“Hubungan Islam dan Jepang”

Artikel Islam di Jepang

Ceramah oleh Minister Sato, Wakil Duta Besar untuk Indonesia

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,

Hubungan antara Jepang dan Indonesia merupakan salah satu hubungan bilateral yang penting bagi Jepang. Dari pertukaran dan persahabatan yang telah lama terjalin, banyak orang Jepang yang merasa dekat dan mencintai Indonesia.

Pertukaran orang Jepang dan Indonesia mulai dari pada tahun 1600-an (seribu enam ratusan). Ketika beberapa orang Jepang tinggal di Indonesia yang masih berada dalam zaman penjajahan. Menurut dokumennya, pada tahun 1897 (seribu delapan ratus sembilan tujuh), sekitar 130 (seratus tiga puluh) orang Jepang tinggal di pulau Jawa. Sekarang, lebih dari 10,000 (sepuluh ribu) orang Jepang tinggal di Indonesia, dan lebih dari 20,000 orang Indonesia tinggal di Jepang. Dari angka ini, bisa dikatakan bahwa pertukaran antar orang semakin berkembang secara pesat. Dari segi hubungan ekonomi, Jepang adalah negara mitra perdagangan terbesar bagi Indonesia, dan juga merupakan negara donor terbesar. Melalui pertukaran orang dan ekonomi, banyak orang Jepang menaruh minat terhadap Indonesia, ingin tahu tentang Indonesia, dan ingin akrab dengan Indonesia. Dan memang, pemahaman orang Jepang terhadap Indonesia, terus makin mendalam.

Di lain pihak, Indonesia dikenal sebagai negara yang memiliki penduduk beragama Islam terbanyak di dunia. Timbul pertanyaan, bagaimanakah hubungan antara Indonesia dan Jepang dilihat dari titik pandangan Islam.

Beberapa tahun terakhir, Jepang sedang berusaha untuk memperdalam hubungannya dengan masyarakat internasional, di mana perhatian sedang tertuju kepada masyarakat Islam yang makin meningkat. Maka perhatian masyarakat Jepang terhadap Islam pun menjadi sangat besar.

Apabila kita ke toko buku di Jepang, kita dapat melihat banyaknya buku-buku tentang Islam. Namun, sayangnya, kebanyakan perhatian tersebut, hanya terbatas pada rasa ingin tahu tentang Islam dalam hubungannya dengan berbagai masalah yang terjadi pada masa ini. Belumlah sampai pada pemahaman tentang Islam yang cukup memadai. Dalam perjalanan sejarah negara kami yang lebih banyak berhubungan dengan Konfusianisme, Budha dan Shinto, keberadaan Islam bukanlah sesuatu yang ada di dalam kehidupan masyarakat Jepang. Selain itu, adanya kebijakan mengasingkan diri sekitar selama 200 (dua ratus tahun), dari pertengahan abad ke 17 (tujuh belas), sehingga tidak ada kontak antara Jepang dengan Islam.

Barulah pada zaman Meiji, pada tahun 1875 (seribu delapan ratus tujuh puluh lima), atau 77 (tujuh puluh tujuh), literatur-literatur mengenai Islam yang berasal dari Eropa atau China, mulai diterjemahkan dan masuk ke Jepang.

Kemudian, pada tahun 1890 (seribu depalan ratus sembilan puluh), terjadi sebuah peristiwa yang mempertemukan Jepang dan Islam. Peristiwa ini dikenal sebagai Peristiwa Kapal Ertogrul. Sebuah kapal Turki karam di perairan Jepang. Dari 600 (enam ratus) penumpang, hanya 69 (enam puluh sembilan) yang selamat. Pemerintah maupun rakyat Jepang bersama-sama berusaha menolong para penumpang yang selamat dan mengadakan upacara penghormatan bagi arwah penumpang yang meninggal dunia. Mereka yang selamat, akhirnya dapat kembali ke negara mereka berkat sumbangan yang berhasil dikumpulkan dari seluruh rakyat Jepang. Peristiwa ini menjadi pencetus dikirimnya utusan pemerintah Turki ke Jepang pada tahun 1891 (seribu delapan ratus sembilan puluh satu). Hubungan yang sangat baik dengan Turki ini, juga membawa kemenangan bagi Jepang dalam peperangan dengan Rusia yang dimulai pada tahun 1904 (seribu sembilan ratus empat). Dikatakan, pada saat armada kapal kekaisaran Rusia melintasi laut Baltik, Turki memberitahukan hal tersebut kepada Jepang, dan karena itu, Jepang meraih kemenangannya. Setelah peristiwa tersebut, yaitu sekitar tahun 1900-an, untuk pertama kalinya warga muslim Jepang pergi ke Mekkah untuk menunaikan ibadah Haji. Sejak saat itu, Islam mulai dikenal secara luas.

Di masa Perang Dunia ke-2 (dua), di tengah-tengah politik ekspansi Jepang, timbul minat tinggi terhadap rakyat Asia. Orang Jepang mulai tahu bahwa di antara rakyat Asia ada rakyat Muslim. Maka tiba-tiba timbul kebutuhan sebagai kebijakan negara untuk melakukan penelitian Islam. Maka terbentuklah banyak lembaga penelitian, organisasi maupun perkumpulan kajian Islam, bahkan juga terbit berbagai majalah dan bukunya. Timbul semacam boom mengenai Islam. Tetapi, pemerintah Jepang di masa itu, memandang Islam sebagai agama Tuhan Maha Esanya orang Arab, tidak sesuai dengan azas militer Jepang serta Shintoisme yang memuja banyak dewa. Karena itu dakwah Islam tetap tidak boleh.

Setelah akhir Perang Dunia ke-2, negara-negara Asia dan Afrika merdeka, dan banyak negara Islam muncul di panggung dunia. Terjalin hubungan erat antara Jepang dengan negara-negara Islam, terutama karena Timur Tengah adalah sumber minyak bagi Jepang. Berkat hal-hal itu, Jepang makin mementingkan hubungan diplomatik dengan negara-negara Islam, baik dari segi diplomasi maupun ekonomi. Dapat dilihat, meningkatnya perhatian terhadap Islam baru dimulai belum lama ini. Apabila kita bandingkan dengan masuknya agama Budha ke Jepang pada tahun 538 (lima ratus tiga puluh delapan) dari Cina dan agama Kristen yang masuk bersama dengan datangnya orang Portugal pada tahun 1549 (seribu lima ratus empat puluh sembilan), dapat dilihat betapa masih singkatnya sejarah hubungan antara Jepang dan Islam. Pada saat ini, katanya warganegara Jepang yang memeluk agama Islam, berjumlah sekitar 7,000 (tujuh ribu) orang. Apabila dibandingkan dengan jumlah penduduk Jepang, sekitar 120 (seratus dua puluh) juta orang, angka ini memang sangat kecil. Sangat disayangkan pula, adanya berbagai peristiwa terorisme oleh kelompok radikal, mengakibatkan menurunnya citra Islam.

Walaupun tidak perlu dijelaskan lagi, hampir semua penganut Islam memiliki pemikiran yang sangat berbeda dengan mereka yang radikal, khususnya kaum muslim Indonesia adalah pencinta perdamaian. Saya berpikir misi kami adalah menyampaikan hal tersebut.

Bagi saya, penugasan saya ke Indonesia adalah yang pertama ke sebuah negara Islam. Karena itu, pernyataan saya mungkin sedikit ‘pro’ Indonesia. Namun tiap hari saya berinteraksi dengan orang Muslim dari berbagai kalangan, dimulai pada pagi hari dengan sopir saya, kemudian dengan sekretaris saya, juga dengan para mitra kerja saya seperti para anggota MPR / DPR, ilmuwan, dan lain-lain. Saya merasakan kemurahan hati dan ketenangan hati orang-orang Islam dalam perjumpaan saya dengan mereka. Tentu saja, Islam tidak dapat kita generalisasi dalam sebuah kesimpulan saja, namun yang sangat saya rasakan adalah, betapa Islam yang berasal dari Timur Tengah dapat membaur dengan budaya Indonesia, terutama kebudayaan Jawa.

Misalnya, kita dapat melihat ada mesjid yang berbentuk bangunan joglo. Pakaian yang anda pakai pun, seperti sarung dan batik, menunjukkan masuknya unsur Islam dalam masyarakat Indonesia tanpa hilangnya unsur budaya tradisional. Saya pikir hal ini sama seperti Jepang yang tetap melindungi kebudayaan tradisionalnya dalam memadukan unsur budaya Barat ke dalam kehidupan masyarakat Jepang.

Ini hanya contoh, tapi saya percaya kita punya misi. Kita harus berusaha memperdalam saling pengertian, dengan saling mencari unsur persamaan, serta saling menghargai perbedaan yang ada. Menurut saya, pengalaman pribadi saya di Indonesia ini harus disebar-luaskan kepada semua orang.

Di Jepang pada tahun seribu sembilan ratus tiga puluhan (1930-an), hanya ada dua mesjid, namun saat ini sudah terdapat lebih dari seratus mesjid. Masyarakat Islam yang ada di Jepang, paling banyak orang Indoensia, kemudian orang Pakistan, Bangladesh, dan Iran. Pusat Islam dan Asosiasi Muslim Jepang di Tokyo menjadi pusat studi Islam dan Bahasa Arab bagi warga Jepang, yang banyak menarik perhatian warga muda Jepang. Saya percaya, akumulasi dari berbagai usaha yang kecil seperti ini, dapat memberi andil bagi dunia yang lebih damai.

Saya pertama kali berkunjung ke Pesantren pada akhir tahun lalu, yaitu ke Pesantren Al Hikam di Malang. Waktu itu, saya mendapat kesempatan untuk menghadiri acara peresmian pembukaan kursus setingkat S-2. Hari ini, saya berkunjung ke Pondok Pesantren Asshiddiqiyah sebagai kunjungan ke Pesantren pertama kali di Jakarta. Dari apa yang saya dengar, pesantren adalah lembaga pendidikan yang penting bagi pendidikan Indonesia, maka saya ingin menyaksikan secara langsung, seperti apa pesantren itu, dan apa yan dipelajari oleh para santri. Sebagaimana rasa ingin tahu saya, saya berharap anda semua juga ingin tahu lebih banyak tentang Jepang.

Melalui pertukaran seperti ini, saya sugguh berharap agar persahabatan antara Indonesia dan Jepang, antara orang Jepang dan muslim Indonesia, dapat berkembang. Dan saya berdoa agar tempat pendidikan seperti ini, dapat memperdalam saling pengertian antara Jepang dan Indonesia. Di lain waktu, saya berharap anda semua dapat berkunjung ke Kedutaan Besar Jepang, dan kita bisa berjumpa kembali. Sekian, terima kasih.

Wassalamu’alaikun Warahmatullahi Wabarakatuh.

Sumber : http://www.id.emb-japan.go.jp/spmins.html

Leave a Reply

Your email address will not be published.