Bismillah. Ajaran Islam merupakan ajaran yang aplikatif (tatbiqia), bertahap (tadrijiaan) dan menyeluruh (shamil), dimulai dari permasalahan yang sangat kecil sekali sampai dengan permasalahan yang sangat besar. Tentunya ada banyak cerita atau kisah yang beraneka ragam yang memiliki nilai keunikan masing-masing terkait kisah-kisah berinteraksi dengan tetangga dari setiap kita.
Dalam kehidupan sehari-hari, kita hendaknya sadar bahwa kita adalah representative atau duta dari ajaran Islam. Sudah tentu kita membawa misi untuk menerapkan konsep ajaran Islam yang telah dicontohkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Kita ambil sebuah contoh, misalnya di Jepang, kita semua yang pada umumnya terdiri dari berbagai macam latar belakang, mulai dari trainee (kenshusei), pekerja, pengusaha, dan pelajar (gakusei). Semua kita memiliki tugas dan misi yang sama yaitu menunjukan kepada masyarakat yang ada di sekitar kita bagaimana akhlak Rasulullah tercermin dalam diri kita dalam berinteraksi dengan mereka, karena Islam memang mengajarkan demikian. Ketika kita bertemu tetangga, maka kita sapa dengan penuh keceriaan dan ucapkan kalimat yang baik kepada mereka, terus menerus hendaknya kita lakukan. Ketika bertemu di waktu pagi (Ohayōgozaimasu), siang (Kon’nichiwa), ataupun di sore hari. Ketika ada acara di lingkungan warga, maka kita harus berusaha untuk memberi prioritas waktu secara khusus untuk hadir (Shusseki suru). Dengan demikian tetangga mengetahui bahwa kita adalah seorang muslim yang dianggap oleh mereka suka bergaul dangan masyarakat dan tentunya kehadiran kita di tengah-tengah mereka sangat dinantikan.
Bahkan kita harus memprogram dalam periode waktu tertentu, kita kirimkan kepada tetangga sekitar kita berupa makanan atau buah-buahan ke rumah-rumah mereka. Alhasil (pengalaman pribadi), mereka akan memberikan perhatian khusus kepada kita karena mereka tertarik dengan akhlak kita sebagai duta muslim diantara mereka. Berbekal konsep ajaran Islam berupa misi menyampaikan akhlak Islam, tentunya banyak hal yang kita temukan sebagai implementasi ajaran Islam dalam hal berinteraksi dengan tetangga. Suatu ketika saya bersilatuhaiim kepada seorang warga Jepang di sekitar lingkungan tempat tinggal (tetangga), sebagaimana biasa, akhlak Islam dalam hal bertamu dilakukan, tentunya menyesuaikan dengan keadaan lingkungan sekitar. Singkat cerita, seiring dengan berjalan-nya waktu, ada suatu masa saya mengirimkan makanan untuk mereka ke rumahnya, di waktu lainnya buah-buahan, yang dibeli dari super-market terdekat, sebetulnya harga dari apa yang kita kirimkan kepada mereka tidak lah seberapa nilainya. Akan tetapi mereka sangat terkesan dengan akhlak Islam yang ditunjukan kepada mereka dalam hal bertetangga yang mungkin kurang lazim dalam custom atau adat budaya mereka. Ahh tidak ada salahnya jika saya mencobanya. Tidak berapa lama kemudian, salah satu dari sekian banyak tetangga yang menerima kehadiran saya, katakanlah sebagai duta Islam di tengah-tengah lingkungan mereka, rupanya memberikan hal yang tidak pernah diduga (oleh saya), tetangga tersebut memberikan hadiah yang nilai-nya tidak sebanding dengan apa yang sudah diterima oleh-nya, sebuah mobil dihadiahkan oleh-nya kepada saya, termasuk semua surat-surat balik nama pemilik dan pajak-pajak-nya sudah diurus dan dibayarkan oleh-nya, saya menerima kunci dan mobilnya untuk segera dibawa pulang. Betapa hikmah dari ajaran Islam yang penuh rahmat dan barokah (alhamdulillah rizkuminallah).
Pada kesempatan yang berbeda, beberpa tetangga lainnya silih berganti mengantarkan buah-buahan ke rumah kami. Subhanallah, maha suci Allah yang telah menaburkan keberkahan akhlakul karimah di tengah-tengah kehidupan berinteraksi dengan tetangga, tanpa kecuali muslim dan non-muslim.
Penggalan kisah tersebut ditulis berdasarkan pengalam pribadi saya (penulis), dan semua penggalan kisah tersebut di atas adalah tetangga non-muslim, orang-orang Jepang (Nihonjin). Tidak hanya sebatas waktu sesaat, akan tetapi hubungan harmonis bermasyarakat antara kami masih tetap terjaga hingga saat ini. Allahu akbar, Alhamdulillah.
Islam sebagai agama yang paripurna dan sempurna. Tidak hanya menjaga hubungan secara vertikal (hubungan dengan Allah), yang mengabaikan hubungan horisontal (hubungan dengan manusia). Sama sekali tidak. Sebaliknya, Islam tetap menekankan kewajiban beribadah kepada Allah. Namun, kewajiban berbuat baik kepada manusia tetap harus dijaga.
Begitu banyak dalil dan nash-nash dalam Al Qur’an dan hadits, yang menjelaskan tentang hubungan baik dan berakhlakul karimah kepada manusia. Bahkan Rasulullah Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam diutus ke bumi ini untuk menyempurnakan akhlak manusia.
“Hanyalah aku diutus (oleh Allah) untuk menyempurnakan akhlak.” (HR.Ahmad).
Beberapa kisah yang sangat menarik untuk kita jadikan bahan referensi bagaimana berinteraksi dengan para tetangga sebagaimana dikisahkan dalam banyak buku-buku sejarah tentang bagaimana akhlak Rasul dalam bertetangga.
Keagungan akhlak Rasulullah, bukan hanya diperuntukkan bagi kaum muslimin. Tapi bagi seluruh umat manusia. Hal telah dicontohkan oleh Rasulullah dalam kehidupannya. Tersebutlah sebuah kisah di masa kehidupan Rasulullah, ada tetangganya, seorang Yahudi. Acapkali orang Yahudi tersebut melemparkan kotoran pada Rasulullah. Bahkan suatu ketika kotoran tersebut mengenai dada Rasulullah, membuat putrinya Fatimah naik pitam, dan mengutuk Yahudi tersebut. Namun, Rasulullah tetap bersabar.
Sampai suatu ketika, orang Yahudi ini, tidak lagi melempari Rasulullah. Rasulullah malah heran, dan bertanya-tanya, kenapa tidak datang melemparinya. Usut punya usut. Ternyata orang Yahudi tersebut jatuh sakit. Mendengar kabar tersebut, Rasulullah langsung menjenguk Yahudi tersebut. Yahudi tersebut kagum akan akhlak Rasulullah. Betapa tidak, orang yang selalu di lempari kotoran, malah datang menjenguknya ketika sakit. Akhirnya, yahudi tersebut menyatakan masuk Islam dan bersyahadat di depan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Islam mengatur dengan gamblang dan terperinci. Pola kehidupan bertetangga adalah salah satu pola kehidupan yang rawan dengan gesekan. Dalam persoalan ini, banyak dalil dalam Al-Qur’an yang menjelaskan. Dalam sebuah hadits, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda yang maknanya,
“Demi Allah, tidak beriman. Demi Allah, tidak beriman. Demi Allah, tidak beriman.” Ditanyakan kepada beliau, “Siapa wahai Rasulullah?” beliau menjawab, “Orang yang tetangganya tidak aman dari gangguannya?”. (HR. Bukhari)
Sekali lagi beginilah Islam sangat memperhatikan pola interaksi umatnya. Sampai-sampai kerukunan hidup dengan tetangga dikaikan dengan keimanan. Bahkan, Allah Azza wa Jalla, lewat Rasul-Nya mengancam, bahwa tidak beriman seseorang apabila kerap mengganggu tetangganya.
Oleh karena itu dalam Islam diajarkan akhlak bertetangga. Tanpa pandang bulu, baik yang muslim ataupun non-muslim. Seorang muslim dilarang mengganggu tetangga, dilarang mengambil barang tetangga tanpa izin, masuk ke rumahnya harus minta izin dan mengucapkan salam.
Dalam persoalan Akidah, Islam sangat tegas, tanpa kompromi, dan tidak tawar menawar. Islam menganut prinsip. “Untukmu agamamu dan untukku agamaku”. Islam tidak akan mencampuradukkan dengan aqidah agama lain.
Islam berlemah lembut dalam interaksi sosial, tegas dalam persoalan Aqidah. Inilah prinsip ajaran Islam dalam berinteraksi sosial dengan masyarakat. Prinsip ini harus dipegang teguh oleh setiap kaum muslimin, agar bisa selamat kehidupan dunia dan akhirat. Seperti itulah Rasulullah berinteraksi dengan para tetangga baik di Mekkah maupun di Madinah.
Kyushu, May 2018.
—————————————————————————————–
Referensi diambil dari pengalaman pribadi dan dari berbagai sumber. Wallahu’alam bissawab.
Page 1 of 4