MEMBURU TAQWA DI KAMPUNG PAMAN ‘OHARA & BIBI OSHIN’

Islam di Jepang Ramadhan Tausyiah Uncategorized

satu

 

 

Wahai orang-orang yang beriman telah diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas irang-orang sebelum kamu, agar kamu bertaqwa. (QS. Al Baqarah : 183)

  dua

(yaitu) beberapa hari yang ditentukan….. (QS. Al Baqarah : 184)

 

Ramadhan adalah bulan yang sangat dinanti kedatangannya bagi orang-orang yang dikaruniakan iman oleh Allah SWT. Banyak keistimewaan, kemuliaan, dan kehebatan Ramadhan yang telah dijelaskan Allah dan RasulNya. Kemuliaan dan keistimewaan yang jika kita kupas tidak akan ada habisnya.

Menjalankan amaliyah Ramadhan jauh dari kampung halaman bagi sebagian kita adalah hal biasa, namun bagi sebagian yang lain adalah sangat istimewa, tentu dengan berbagai alasan masing-masing. Keistimewaan itu akan lebih terasa lagi ketika bukan hanya jauh dari kampung halaman tapi juga berbeda waktu dan cuacanya, berbeda lingkungannya, bahkan berbeda pula adat kebiasaan masyarakatnya. Hal inilah yang kita lewati tahun ini, dimana Allah takdirkan kita untuk menjalankan ibadah Ramadhan di bumi yang sebagian besar penduduknya sangat “berbeda” dengan kampung halaman kita INDONESIA, bahkan sebagian besar adalah orang-orang yang tidak beragama.

Jepang sebagai salah satu negara maju, ternyata sebagian besar masyarakatnya justru tidak percaya adanya Tuhan, meskipun katanya disini ada ‘agama shinto’. Tapi menurut penuturan seorang sensei bahwa kebiasaan mereka pergi ke kuil di waktu-waktu tertentu itu bukan karena untuk menyembah Tuhan, itu hanya karena kebiasaan saja yang sudah dilakukan turun-temurun. Ditengah-tengah masyarakat seperti inilah kita menjalankan Ramadhan ini. Bersyukur masyarakat jepang bukan termasuk yang diskriminasi terhadap agama seseorang, sehingga kita bisa menjalankan amal-amal agama kita dengan bebas walaupun dengan keterbatasan sarana prasarananya, termasuk dalam hal ini ibadah Ramadhan.

Beberapa keistimewaan dan mungkin juga tantangan dalam menunaikan ibadah Ramadhan di Jepang :

Pertama, Waktu puasa yang lebih lama dari di Indonesia (16-17 jam)

Kita yang di Indonesia terbiasa berpuasa 12-13 jam (4.00-18.00 wib), maka menjalankan puasa di Jepang yang saat ini berkisar 16-17 jam tentu bukan hal yang biasa. Memang ini tidak akan kita alami setiap tahun, karena saat musim dingin justru waktu puasa kita makin sebentar di banding di Indonesia. Maka menunaikan ibadah di Jepang kita sangat dituntut dinamis, kita harus selalu update waktu ibadah kita. Ada saatnya kita harus ikhlas istirahat malamnya sebentar karena harus segera bangun untuk menunaikan subuh, dan ada saatnya pula kita sudah sangat ‘puas’ istirahat malamnya tapi waktu subuh belum juga tiba. Dalam konteks Ramadhan kita harus pandai-pandai mengatur irama saur dan berbuka kita. Maka sungguh Allah ajarkan kita untuk mampu memanage waktu kita dengan baik melalui dinamisasi perubahan waktu ini.

Kedua, Berpuasa ditengah-tengah keheranan orang Jepang

Saat bertemu dengan orang Jepang dan kita menyampaikan bahwa kita muslim, dan saat ini kita sedang menjalankan shoum Ramadhan, mereka akan terheran dan terkesima, …‘honto’ itulah ekspresi mereka. Karena ini adalah hal baru dan aneh bagi mereka. “ada ya orang mau berlapar-lapar dan berhaus-haus seharian sampai 1 bulan penuh bagi agamanya”, mungkin begitu fikir mereka. Ekspresi ini pulalah yang ana temui saat beberapa waktu yang lalu ana kesekolah anak untuk memintakan izin tidak membawa bento karena puasa. Bahkan yang pernah ana denger dari saudara kita, ada orang Jepang yang sampai mengatakan kurang lebih: “nanti kalian nggak mati apa nggak makan nggak minum”,…..

Ketiga, Berpuasa di tengah-tengah orang tidak berpuasa/ tidak beragama

Ketika bulan Ramadhan kemudian kita melihat orang makan, minum, merokok di siang bolong dan di tempat terbuka di Indonesia, maka kita akan marah, geram atau menegurnya karena mengapa mereka tidak bisa menghormati yang sedang berpuasa. Tapi jangan harap itu bisa dilakukan di Jepang, karena memang sebagian besar mereka adalah tidak beragama. Maka saat siang hari terik panas dan kering kerongkongan kita, kemudian orang yang duduk di sebelah kita minum air dingin yang suara tegukanya terdengar sampai telinga kita, yang bisa kita lakukan adalah ‘isbir’

Keempat, Menjalankan amal-amal Ramadhan dengan suasana ‘bukan Ramadhan’

Tidak seperti di Indonesia bahwa kita begitu merasakan suasana Ramadhan baik siang maupun malam harinya, baik saat di masjid bahkan juga saat di pasar kita merasakan suasana Ramadhan itu. Di Jepang tentu kita tidak akan menjumpai/merasakan suasana tersebut. Semua berjalan biasa, tidak ada yang istimewa.

Kelima, Godaan pandangan mata

Budaya berpakaian kebanyakan wanita Jepang menjadi ujian tersendiri bagi kita untuk mampu menjaga pandangan. Tidak perlu diuraikan bagaimana cara berpakaian mereka, tapi marilah memohon kepada Allah agar diberikan kekuatan menjaga pandangan kita dari hal-hal yang dilarang terlebih di bulan mulia ini.

قُلْ لِلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ ذَلِكَ أَزْكَى لَهُمْ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا يَصْنَعُونَ * وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ

Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat”. Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya”

[QS. An-Nuur : 30-31].

Keenam, Tantangan memilih menu berbuka/saur

Kesulitan memilih menu makanan halal di Jepang adalah tantangan lain yang sebenarnya bukan hanya ditemui saat kita menunaikan ibadah Ramadhan saja, tapi memang saat Ramadhan akan lebih terasa. Kita tidak akan menjumpai aneka sajian ta’jil yang ramai dijual di pinggir jalan saat menjelang berbuka yang kita tidak ragu akan kehalalannya. Di sini kita harus ekstra hati-hati, walaupun sebenarnya tidak sedikit makanan dan minumam yang halal/boleh di nikmati, tentu setelah cukup selektif memilih, mencari informasi (dari teman, halal japan, sampai bertanya langsung ke pabrik pembuatnya). Bagi yang hoby safari kuliner saat berbuka sepertinya harus bersabar, dan harus meluangkan waktu untuk menyiapkan sendiri menu saur dan berbukanya agar lebih terjaga kehalalannya.

‘ala kulli hal Ramadhan adalah ladang pahala yang Allah bentangkan kepada kita. Lebih istimewa dibanding bulan-bulan lainnya. Selayaknya kondisi apapun yang kita hadapi saat menjamu Ramadhan, tidak mengurangi semangat kita dalam bersungguh-sungguh memburu gelar taqwa sebagimana Allah janjikan dalam Al Baqarah 183. Justru keberadaan kita di kampung ‘paman Ohara dan bibi Oshin’ ini menjadi motivasi yang lebih memaksimalkan amal-amal Ramadhan kita.

Dari Mush’ab bin Sa’id -seorang tabi’in- dari ayahnya, ia berkata,

“Wahai Rasulullah, manusia manakah yang paling berat ujiannya?” Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab; “Para Nabi, kemudian yang semisalnya dan semisalnya lagi. Seseorang akan diuji sesuai dengan kondisi agamanya. Apabila agamanya begitu kuat (kokoh), maka semakin berat pula ujiannya. Apabila agamanya lemah, maka ia akan diuji sesuai dengan kualitas agamanya. Seorang hamba senantiasa akan mendapatkan cobaan hingga dia berjalan di muka bumi dalam keadaan bersih dari dosa.”
[ HR. Tirmidzi, Ibnu Majah , Ahmad ]

Hadits diatas menjadi hiburan bagi kita sekaligus mengajarkan prasangka baik (husnudzon) billah, bahwa Allah tentu sudah menakar kadar keimanan kita. Keberadaan kita di Jepang dengan keterbatasanya (tidak semudah di Indonesia) dalam menjalankan agama kita, tentu masihlah tidak seberat Rasul dan Sahabatnya saat membawa dan mengenalkan agama ini.

Wallahu a’lam Bishowab….

Kusatsu-shiga-Ramadhan 1435H

Photo by mrhayata

Photo by Sgt Garcia F

Leave a Reply

Your email address will not be published.