Ramadhan selalu dinanti kehadirannya dan selalu memiliki kenagan indah ditiap kehadirannya. Pun ketika Ramadhan 1433H hadir saat kami sekeluarga menapaki bulan ke lima di Negeri Sakura. Ramadhan 1433H atau di tahun 2012 hadir bertepatan pada bulan Juli-Agustus, saat musim panas di kota Kyoto, Jepang. Musim panas pertama untuk saya, suami, Fathiya, Faiz, Nisa dan calon adiknya yang berusia 3 bulan.
Ramadhan telah menghadirkan semangat percepatan adaptasi untuk keluarga kami yang baru pertama kali merasakan tinggal di luar Indonesia dan berada jauh dari sanak famili tercinta. Lima bulan berjalan usaha kami beradaptasi untuk mengurus segala kegiatan rumah tangga dan pernak perniknya secara mandiri dengan efektif dan efisien. Hal itu juga termasuk mengurus diri sendiri agar tetap sehat lahir batin menyambut kehadiran calon adik bayi untuk Nisa dan memasuki bulan Ramadhan kami harus bisa lebih cekatan lagi agar punya lebih banyak waktu untuk mengoptimalkan ibadah.
Banyak sekali yang harus diadaptasi di negeri rantau ini. Sebelumnya selama di Indonesia selalu ada asisten rumah tangga ataupun kerabat yang tinggal serumah dengan kami yang dapat kami ajak kerjasama mengurus kegiatan rumah tangga. Kondisi lingkungan yang jauh berbeda juga memaksa kami beradaptasi. Biasa keluar rumah lalu naik motor atau mobil maka di sini harus sanggup jalan kaki atau kayuh sepeda. Belanja bahan makanan yang di Indonesia biasa didepan rumahpun jadi, di rantau ini harus jalan kaki atau bersepeda dulu untuk menuju supermarket terdekat. Masak memasak, cuci mencuci, bersih-bersih, asuh mengasuh anak dan segudang PR (pekerjaan rumah) harus dilaksanakan secara mandiri. Alhamdulillah kondisi dan situasi ini memaksa kami bisa mandiri dan ibadah di bulan suci Ramadhan kali itu pun dapat terlaksana.
Sepekan berlalu, ujian tambahan pun mulai menyapa. Di akhir pekan pertama Ramadhan Fathiya mengalami demam tinggi dan keluar bintik-bintik berisi air di tubuhnya. Setelah konsultasi ke klinik khusus anak ternyata dokter menyatakan Fathiya terkena virus cacar air. Alhamdulillah ada klinik kesehatan khusus anak-anak, sekitar 15 menit bersepeda dari apato kami dan dokter spesialis anaknya bisa berbahasa Inggris. Dokter menjelaskan bahwa cacar air tersebut merupakan jenis penyakit infeksi yang menular jadi kemungkinan sekitar dua pekan kedepan kedua adiknya akan tertular. Dokter berpesan agar segera membawa adiknya yang telah menunjukkan gejala agar segera bisa diberi terapi. Fathiya juga diharuskan kontrol kembali untuk observasi lanjutan dan memastikan kesembuhannya. Perkiraan dokter benar adanya. Di pekan akhir Ramadhan, di badan Faiz dan Nisa mulai keluar bintik-bintik berair khas cacar air. Tarik nafas panjang, Alhamdulillah, segala Kuasa hanyalah milikNya. Dalam benak saya Ramadhan ini benar-benar spesial, full ujian hal-hal baru.
Sore itu suami naik sepeda putih dengan membonceng Fathiya dan Faiz, saya naik sepeda abu-abu dengan membonceng Nisa dan tentunya membawa serta calon adiknya. Adil, 2-2 pikir saya. Kami mengayuh sepeda ke klinik membawa anak-anak berobat. Sore menjelang buka puasa, mengayuh sepeda sambil berdzikir dan menikmati pemandangan sepanjang perjalanan. Berbuka puasa di ruang tunggu isolasi (khusus pasien yang terkena penyakit infeksi dan menular) sambil menunggu obat dan administrasi. Keluar dari klinik langit sudah gelap dan kami pun mengayuh sepeda menuju apato di bawah gerimis lebat yang kadang hadir di musim panas. Tangan berusaha kuat menahan stang sepeda yang basah dan kaki berusaha menikmati tiap jejakan kayuh pedal yang makin berat menyusuri tanjakan jalan menuju apato. Sungguh pengalaman yang mungkin tak kan terjadi jika tidak di negeri rantau. “Ya Allah, hambaMu bersyukur atas segala apa yang Engkau takdirkan. Hamba mohonkan kekuatan dan kasih sayangMu agar dapat melalui semua ujianMu menuju taqwa”, ucap diri dalam hati sambil menyeka air hujan yang menerpa wajah di malam RamadhanMu.
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasasebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa” (QS Al Baqarah: 183)
Photo by Ahmed Rabea