Artikel Ramadhan : Ramadhan Sebagai Bulan Peningkatan Ilmu

Ramadhan

At-Taubah122

“Tidak sepatutnya bagi orang orang yang mukmim itu pergi semuanya (ke medan peperangan). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan diantara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya” (At Taubah : 122)

Ayat ini merupakan dasar bahwa seharusnya tidak semua dari orang mukmin pergi berjihad di medan perang, namun ada segolongan dari mereka tetap bersama Rasulullah untuk memperdalam ilmu syariah agar mereka kelak memberikan peringatan kepada kaum muslimin. Betapa Rasulullah telah memperhatikan hal ini, pentingnya al-‘ilmu, dimana segolongan dari kaum muslimin dituntut untuk dengan serius belajar ilmu agama agar bisa mengajarkan dan mendakwahkan kepada kaum muslimin.

Ya ayyuhal ikhwah, barang siapa yang ingin selamat di dunia maka dengan ilmu dan barang siapa yang ingin selamat juga di akhirat juga dengan ilmu dan barang siapa ingin selamat dari keduanya maka juga dengan ilmu. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ يُرِدِ اللَّهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِي الدِّينِ

“Barangsiapa yang Allah inginkan kebaikan padanya, Allah akan faqihkan ia dalam agama.” (Muttafaq ‘alaihi).

Kata fiqih dalam hadits ini bermakna al-fahmu ad-daqiq yaitu suatu pehaman yang sangat mendalam tentang agama. Ilmu tersebut dikuasai dengan baik dan mampu diajarkan kembali dengan baik. Jika kita belum faqih dalam agama, mungkinkah Allah belum menghendaki kebaikan kepada kita?
Hanya dengan ilmu kita bisa beribadah yang benar sehingga akan mengantarkan kita kepada surga Allah Subhanahu wa Ta’ala. Itulah mengapa para ulama lebih mengutamakan ilmu daripada amal, karena amal tanpa ilmu maka sesungguhnya ia tertolak.

“Keutamaan seorang ahli ilmu atas seorang ahli ibadah adalah seperti keutamaan (terangnya) bulan purnama dibanding (cahaya) segenap bintang”(HR Tirmidzi: 2682, Ibnu Majah: 223). Di dalam hadits lain, Imam al-Ajurri meriwayatkan dengan sanadnya dari Abud Darda’ radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sungguh keutamaan seorang ahli ilmu di atas ahli ibadah adalah laksana keutamaan bulan purnama di atas seluruh bintang-gemintang. Sesungguhnya para ulama adalah pewaris nabi-nabi. Sedangkan para nabi tidak mewariskan uang dinar ataupun dirham, akan tetapi mereka mewariskan ilmu. Barangsiapa yang mengambil ilmu itu niscaya dia memperoleh jatah warisan yang sangat banyak.” ( Akhlaq al-’Ulama, hal. 22)

Pernahkah kita merenungi ayat :

تَصْلَىٰ نَارًا حَامِيَةً عَامِلَةٌ نَّاصِبَةٌ

“Amal-amal yang hanya melelahkan.” (Al Ghosyiyah:3-4)

Kita sering membaca ayat ini, ‘aamilatun naashibah, tashla naaran haamiyah’ yang artinya Amal-amal yang hanya melelahkan, mereka memasuki api yang sangat panas. Rangkaian ayat di awal surah Al-Ghosyiyah ini bercerita tentang neraka dan para penghuninya. Ternyata salah satu penyebab manusia dimasukkan ke neraka bukan karena sedikit amalnya, namun, amalan mereka yang banyak dan beragam, tapi penuh cacat, baik niatnya, maupun kaifiyat (tata cara dan ilmunya) yang tidak sesuai dengan sunnah Rasulullah.

Sahabat Umar bin Khathab ra selalu menangis ketika mendengar ayat ini dibacakan. Hari ketika Beliau, Amirul Mukminin mengunjungi Palestina setelah dibebaskan, Umar melihat seorang rahib yang sangat khusyu’ beribadah dengan letih dan terlihat sangat menderita. Dia menghabiskan seluruh hidupnya memisahkan diri dengan dunia dan hanya beribadah mengabdi kepada Tuhanya. Dia, rahib itu mengira telah beramal sebaik-baiknya. Tidak menyadari bahwa amalnya itu sia-sia.

الَّذِينَ ضَلَّ سَعْيُهُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَهُمْ يَحْسَبُونَ أَنَّهُمْ يُحْسِنُونَ صُنْعًا

“Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya.” (Al Kahfi: 104)

Suatu hari Atha’ As-Salami ra, seorang Tabi`in yang mulia, bermaksud menjual kain yang telah ditenunnya kepada penjual kain di pasar. Setelah diamati dan diteliti secara seksama oleh sang penjual kain, sang penjual kain mengatakan, “Ya Atha’, sesungguhnya kain yang kau tenun ini cukup bagus, tetapi sayang ada cacatnya sehingga saya tidak dapat membelinya.”

Begitu mendengar bahwa kain yang telah ditenunnya ada cacat, Atha’ termenung lalu menangis. Melihat Atha’ menangis, sang penjual kain berkata, “Atha’ sahabatku, aku mengatakan dengan sebenarnya bahwa memang kainmu ada cacatnya sehingga aku tidak dapat membelinya. Kalaulah karena sebab itu engkau menangis, maka biarkanlah aku tetap membeli kainmu dan membayarnya dengan harga yang sesuai ”Kemudian Atha’ menjawab tawaran itu.

“Wahai sahabatku, engkau menyangka aku menangis disebabkan karena kainku ada cacatnya? ketahuilah, sesungguhnya yang menyebabkan aku menangis bukan karena kain itu. Aku menangis disebabkan karena aku menyangka bahwa kain yang telah kubuat selama berbulan-bulan ini tidak ada cacatnya, tetapi di mata engkau sebagai ahlinya, ternyata kain itu ada cacatnya. Begitulah aku menangis kepada Allah dikarenakan aku menyangka bahwa ibadah yang telah aku lakukan selama bertahun-tahun ini tidak ada cacatnya, bisa jadi mungkin di mata Allah ibadahku penuh cacat dan cela. Itulah yang menyebabkan aku menangis.”

Ramadhan adalah bulan yang istimewa dimana setiap amal dilipatgandakan pahalanya. Termasuk juga pahala dalam menuntut ilmu. Semoga hati kita senantiasa khusyu dalam ketundukan kepada Allah, kepada syariatNya. Berdiri diantara khauf dan roja’, tidak berbangga dengan apa yang telah ada pada diri kita dan tidak terlalu bersedih atas apa yang luput dari diri kita.

Berada diantara ketakutan bahwa amal kita tidak diterima karena ketidaksempurnaannya, namun juga berharap bahwa Allah Maha Pengampun bagi hambaNya. Menilik kembali tentang amal-amal kita, sudahkah ia sesuai dengan yang Baginda Rasulullah SAW contohkan. Meniti kembali tafsir Al-Quran yang mungkin telah lama kita tinggalkan. Membaca kembali fiqih Sunnah yang telah berdebu. Mendatangi kembali majelis-majelis ilmu.dan memperbanyak tafakkur. Maka, saat ini pada momentum Ramadhan ini mari kita jadikan bulan ini sebagai bulan peningkatan kualitas ilmu dan kualitas amal kita, bukan hanya untuk beramal dengan sebanyak-banyaknya, tapi juga beramal dengan sebenar-benarnya sesuai dengan yang dicontohkan Rasulullah dan semurni-murni keikhlasan hati kita tunduk kepada Allah.

-Ummu Maryam, Kobe-

Leave a Reply

Your email address will not be published.