Pada ilmu ekonomi, ada suatu cabang ilmu yang mempelajari kesejahteraan sosial (social welfare) dalam masyarakat. Di dalamnya dikenal suatu fungsi persamaan matematis untuk mendefinisikan kesejahteraan sosial (Social Welfare Function, SWF). Biasanya para pembuat kebijakan ekonomi menggunakannya untuk menentukan pengalokasian suatu sumber daya ekonomi. Fungsi ini menggambarkan hubungan antara utility (yaitu tingkat kepuasan konsumsi suatu barang/jasa) dari setiap individu dengan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan. Apabila utility individu i adalah ui yang tergantung pada penghasilannya q, sehingga dinyatakan sebagai ui = ui(qi), maka fungsi SWF yang menunjukkan indeks kesejahteraan masyarakat W adalah:
W=W[u1(q1), u2(q2)…un(qn)]
Sebuah studi dari departemen ekonomi di Universitas California menunjukkan bahwa dengan menggunakan pendekatan fungsi kesejahteraan sosial ini, secara matematis bisa diperlihatkan bahwa charity (donasi dari surplus pendapatan, misalnya sedekah) dan selfless giving (donasi yang diambil dari sebagian jumlah pendapatan atau bahkan memangkas biaya konsumsi, contohnya zakat, wakaf dsb.), bisa meningkatkan kesejahteraan sosial masyarakat secara keseluruhan. Bahkan, donasi dalam bentuk selfless giving ini tidak saja akan meningkatkan kesejahteraan penerima donasi, tapi bisa memberikan kesejahteraan juga bagi pemberi donasi itu sendiri (Mohanty, 2011).
Bagaimana Islam mengajak manusia untuk melakukan donasi? Khusus di bulan Ramadhan ini, Islam mengajarkan kita untuk lebih banyak bersedekah dan zakat, selain melakukan tadarus Al Qur’an, sebagaimana dicontohkan Nabi kita.
Rasulullah lebih dermawan di bulan Ramadhan
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، قَالَ: كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَجْوَدَ النَّاسِ، وَكَانَ أَجْوَدُ مَا يَكُونُ فِي رَمَضَانَ حِينَ يَلْقَاهُ جِبْرِيلُ، وَكَانَ يَلْقَاهُ فِي كُلِّ لَيْلَةٍ مِنْ رَمَضَانَ فَيُدَارِسُهُ القُرْآنَ، فَلَرَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَجْوَدُ بِالخَيْرِ مِنَ الرِّيحِ المُرْسَلَةِ
Dari Ibnu Abbas yang berkata, “Rasulullah SAW adalah orang yang paling dermawan, dan beliau menjadi lebih dermawan lagi pada saat Ramadhan, bulan di mana malaikat Jibril selalu menemui beliau. Malaikat Jibril senantiasa menemui beliau pada setiap malam dalam bulan Ramadhan untuk saling tadarus Al-Qur’an. Pada saat itu Rasulullah lebih dermawan dalam melakukan amal kebajikan melebihi (cepat dan luasnya) hembusan angin.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Dari hadits di atas, kita melihat ada dua hal yang dicontohkan di bulan Ramadhan oleh Rasulullah untuk dilakukan lebih serius, yaitu bersedekah dan tadarus Al Qur’an.
Hal ini menggambarkan bahwa, di tengah kesederhanaannya, beliau lebih mengutamakan bersedekah daripada menggunakan hartanya untuk membuat istana kediamanan dan kemewahan untuk diri dan keluarganya.
Umar bin Khattab pernah menceritakan kondisi kamar Rasulullah, ketika beliau menemui Rasullullah SAW: ” Saya melihat bekas tikar membekas pada rusuk Rasulullah SAW. Tiba- tiba mataku meneteskan air mata, beliau bersabda: “Apa yang membuatmu menangis?” Saya menjawab: “Wahai Rasulullah, sesungguhnya Kisra (Persia) dan Kaisar (Romawi) sedang bermewah-mewah dengan apa yang mereka miliki, sedangkan anda adalah Rasulullah”. Maka Rasulullah SAW bersabda: “Apakah kamu tidak rela, jika mereka memiliki dunia sedangkan kamu memiliki akhirat?” (HR. Muslim: 2705)
Bayangkan, sebagai kepala negara, bisa saja Rasullullah memiliki harta yang mencukupi kalau hanya untuk membeli alas tidur yang lebih nyaman. Tapi orientasi keakhiratan ternyata lebih disukai daripada dunia. Beliau bahkan khawatir kalau alas tidur yang terlalu nyaman akan membuat orang terlena, sehingga tidak bisa bangun untuk shalat malam, seperti dalam hadits di bawah ini:
Ketika Hafshah ditanya tentang alas tidur Rasulullah, dia menjawab, “Kain wol kasar yang kami lipat dua. Suatu malam, terbersit di benakku untuk melipatnya menjadi empat. Ternyata paginya beliau bertanya, ‘Apa yang kau lakukan pada alas tidurku tadi malam?’ Aku jawab, ‘Itu adalah alas tidurmu yang biasa, hanya saja tadi malam aku lipat menjadi empat. Aku pikir itu akan lebih nyaman untukmu.’ Lalu beliau bersabda, ‘Kembalikan lagi ke keadaan semula (dilipat menjadi dua). Ketahuilah, kenyamanannya telah menghambatku (mendirikan) shalat tadi malam.” (HR Tirmidzi).
Lalu ke mana harta beliau lebih dialokasikan? Ternyata hartanya lebih banyak digunakan untuk bersedekah. Tak heran kemudian kalau beliau digelari manusia yang paling dermawan (ajwaadan naas) seperti dalam hadits di atas. Di bulan Ramadhan, sifat kedermawaan beliau lebih menonjol lagi, yang bersedekah seolah-olah lebih cepat dan luas daripada hembusan angin. Angin yang bertiup akan dirasakan kesejukannya dari segala arah. Jadi, kebaikan sedekah yang dilakukan Rasulullah sangat banyak, menyebar luas dan dirasakan oleh orang-orang di sekitarnya.
Dengan kata lain, hadits ini mengajarkan bahwa di bulan Ramadhan ini, tingkat utility terhadap barang dari seorang mukmin, harus ditekan dulu, agar hartanya bisa dialokasikan untuk donasi(zakat/sedekah), sebab dampaknya akan memberikan kesejahteraan sosial bagi masyarakat secara keseluruhan.
Jangan meremehkan nilai sedekah sekecil apapun
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: يَا نِسَاءَ الْمُسْلِمَاتِ لاَ تَحْقِرَنَّ جَارَةٌ لِجَارَتِهَا وَلَوْ فِرْسِنَ شَاةٍ. مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ
Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam bersabda: “Wahai kaum muslimat, janganlah sekali-kali seorang wanita meremehkan pemberian tetangganya walaupun hanya ujung kaki kambing.” (Muttafaq Alaihi).
Hadits ini mengajarkan kepada kita agar bisa saling berbagi kepada tetangga, sekalipun kecil harganya di mata kita. Ujung kaki kambing adalah bagian sekitar kuku kaki kambing yang biasanya dibuang, alias tidak ada harganya. Alhamdulillah di dalam budaya kita, sering kita jumpai orang saling berbagi kepada tetangga dengan mengirim makanan untuk berbuka dsb. Rasulullah melarang kita meremehkan nilai dari pemberian ini. Bisa jadi kita memandang pemberian dari seseorang tidak ada harganya, tapi ternyata barakahnya sangat tinggi, terlebih di bulan suci ini. Atau bisa jadi bagi orang lain yang membutuhkan, pemberian itu sangat menolong sekali. Kalau dilihat dari konsep utility di atas, donasi yang dianggap kecil itu, bisa jadi mempunyai nilai guna (utility) yang tinggi bagi penerima yang sedang membutuhkan.
Sedekah bisa menyambung tali silaturahim
عَنْ سَلْمَانَ بْنِ عَامِرٍ، عَنِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم قَالَ : إِنَّ الصَّدَقَةَ عَلَى الْمِسْكِينِ صَدَقَةٌ وَعَلَى ذِي الرَّحِمِ اثْنَتَانِ ,صَدَقَةٌ وَصِلَةٌ
Dari Salman bin Amir, bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Sedekah kepada orang miskin mendapatkan pahala sedekah, sedangkan sedekah kepada sanak kerabat mengandung dua keutamaan, yaitu sedekah dan menyambung tali kekerabatan.” (HR Tirmidzi, Abu Dawud, Nasa’i, dan Ibnu Majah).
Hadits ini menunjukkan bahwa sedekah tidak saja bisa meningkatkan social welfare, tapi juga menyambung hubungan tali silaturahim (kebersamaan). Contoh lain, kebersamaan juga akan terasa ketika kita melakukan patungan dalam bersedekah untuk membantu saudara-saudara kita yang sedang tertimpa musibah, misalnya pada masa pandemi sekarang.
Kalau hubungan donasi dan kesejahteraan sosial bisa diturunkan dari fungsi kesejahteraan sosial (SWF), mungkin di masa depan bisa didefiniskan suatu persamaan matematis yang menggambarkan kaitan donasi dan kebersamaan. Wallahu’alam.
Referensi:
[1] Madhu S. Mohanty, Sociology Mind, 2011. Vol.1, No.2, 33-35.
Penulis: Hamdan Syifa