Artikel Ramadhan : Ramadhan Bulan Pembinaan Akhlaqul Karimah

Ramadhan

Penulis : Abu Farhat CYT

Akhlaq adalah merupakan salah satu pilar kehidupan terpenting dalam membangun sebuah peradaban. Mulianya akhlaq para pelaku peradaban akan menghantarkan peradaban manusia itu menjadi mulia. Di dalam sejarah perjalanan peradaban manusia, 1400 tahun yang lalu, selama kurun waktu 3 abad lamanya peradaban yang mulia ini hadir membawa rasa aman dan sejahtera bagi manusia, tidak hanya muslim, tapi juga kaum non-muslim. Hingga dalam sebuah riwayat diceritakan bagaimana mereka yang non-muslim tidak mau ditinggalkan oleh Umar bin Abdul Aziz selaku pemimpin mereka, karena mereka tidak mau lagi dipimpin oleh kekuatan Persia maupun romawi yang kapitalis, sekularis, liberalis, kejamis dan atheis, yang tidak menghadirkan rasa aman dan sejahtera bagi mereka. Peradaban yang mulia ini hadir dari tangan-tangan para pelaku peradaban yang di dalam diri mereka ada akhlaq yang agung, sebagaimana dalam surat Al-Qalam ayat 4:
وَإِنَّكَ لَعَلَىٰ خُلُقٍ عَظِيمٍ
“ Dan sesungguhnya kamu benar-benar , berakhlaq yang agung “
Kita harus sadari, pahami dan yakini bahwa peradaban yang mulia ini akan dihadirkan kembali oleh Allah sebagaimana dalam sebuah hadits yang berbicara tentang 5 fase zaman, bahwa Allah akan menjadikan Peradaban yang mengikuti sistem kenabian setelah diangkatnya fase mulkan jabbariyan, diktaktor, tangan besi, yang saat ini kita rasakan. Karena kepastian inilah, mau tidak mau kita harus juga menjadi pelaku peradaban yang memiliki akhlaq yang mulia, agar kita termasuk ke dalam kaum yang akan didatangkan untuk menggantikan kaum-kaum yang murtad dari agamanya ( Q.S. Al-Maidah : 54 )
Jami’atur Ramadhan atau Perguruan Tinggi Ramadhan, adalah Perguruan Tinggi yang tepat sebagai tempat pembinaan akhlaqul karimah. Sebagaimana Nabi SAW bersabda,
“ Puasa itu adalah Perisai ( yang melindungi pelakunya dari keburukan ).” (HR. at-Tirmidzi )
Di dalam Jami’atur Ramadhan ini kita diajarkan untuk dapat menahan diri kita dari perkataan dan perbuatan yang tidak terpuji. Kita dididik untuk kita tidak berkata dusta, berkata yang sia-sia dan yang kotor. Ini kita bisa lihat dalam sebuah hadits,
“ Barang siapa yang tidak meninggalkan perkataan dusta malah mengamalkannya maka Allah tidak butuh dari rasa lapar dan haus yang dia tahan.” ( HR.Bukhori )
Atau di hadits yang lain, “ Puasa bukanlah hanya menahan makan dan minum saja. Akan tetapi puasa adalah dengan menahan diri dari perkataan yang laghwu (sia-sia) dan rofats (kotor). Apabila ada seorang yang mencelamu atau berbuat usil kepadamu, katakanlah kepadanya, “Aku sedang puasa, aku sedang puasa”.” ( HR. Ibnu majah dan Hakim )
Di dalam Jami’atur Ramadhan inilah kita dibangun menjadi sosok yang dermawan, sosok yang mempunyai rasa kepedulian dengan sesama. Ini tergambarkan oleh sosok Rasulullah yang paling berani dan paling dermawan (HR. Bukhari ) dan ketika di bulan Ramadhan beliau lebih dermawan lagi. Bahkan dalam hadits, kedermawanan Beliau dikatakan melebihi angin yang berhembus ( HR. Bukhari ).
Di Jami’atur Ramadhan inilah kita dibangun menjadi manusia yang sangat ringan dan cepat dalam memberi, tanpa banyak berpikir, sebagaimana angin yang berhembus. Ya seperti angin yang berhembus, yang memiliki nilai yang manfaat, bukan asal memberi dan terus menerus.
Inilah beberapa learning output yang ditargetkan di Jami’atur Ramadhan dari sekian banyak pembelajaran tentang akhlaq. Dan yang terpenting setelah lulus dari Jami’atur Ramadhan ini adalah bagaimana mata kuliah dan praktek akhlaq yang terpuji ini bisa terukir dalam diri para pelaku peradaban, hingga sepanjang masa akhlaq terpuji ini terus hidup dalam kehidupannya. Inilah yang diharapkan dengan hadirnya Jami’atur Ramadha.
Oleh karena itulah ketika Allah mewajibkan perintah puasa menarinya dengan menggunakan kalimat “Kutiba“ yang asal katanya Kataba yang artinya menulis. Bukan dengan kalimat “Ujiba“ yang artinya di wajibkan, tapi ditulis. Karena Kataba ini memiliki makna Tsabatan wa Laziman, teguh dan harus. Dalam kitab Lisanul Arab artinya Naqsyul Huruf ‘alal Hajari, mengukir huruf, bukan menulis huruf. Maka kita perhatikan tulisan-tulisan yang terukir di batu nisan itu tidak terhapus atau lama terhapusnya.
Semoga Ramadhan tahun ini semakin mengokohkan akhlaq yang terpuji yang sudah ada dalam diri para pelaku peradaban yang telah lahir sebelum Ramadhan tahun ini dan ramadhan-ramadhan yang sebelumnya. Semoga Ramadhan ini juga melahirkan para pelaku peradaban yang baru yang memiliki akhlaq yang terpuji, sehingga peradaban yang mulia itu semakin didekatkan kehadirannya oleh Allah SWT.
Wallahu ‘alam bisshowab
Mie, 10 Juni 2016
Abu Farhat CYT

Leave a Reply

Your email address will not be published.