Artikel Ramadhan : Ramadhan, Mendongkrak Kesalehan Sosial

Ramadhan

Disarikan oleh masbro AT
dari Tulisan Rudi Haryono, Dosen STKIP Muhammadiyah Bogor & Damanhuri Zuhri, Wartawan senior, Republika

Alhamdulilah kita masih diberikan kesempatan dan sisa umur sehingga kita akan memasuki puasa pada 10 hari terakhir. Tidak terasa, begitulah waktu. Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa Islam adalah agama yang sempurna. Islam tidak hanya mengurus urusan dengan Allah SWT (hablumminallah) tapi juga terkait dengan urusan hubungan sesama manusia (hablumminannas).

Puasa atau Shaum di bulan Ramadhon tidak hanya identik dengan ritual ibadah individual seorang Muslim kepada Allah swt seperti shalat tarawih, tadarrus, dan amalan individual lainnya. Shaum juga menganjurkan umat Islam untuk semakin shaleh secara sosial (ibadah yang berkaitan dengan kepedulian terhadap sesama). Keshalehan sosial tersebut dimanifestasikan dalam anjuran memperbanyak sedekah kepada yang tidak mampu, juga infaq dan zakat. Islam tidak hanya mengajarkan umatnya untuk hanya semata-mata shaleh secara pribadi atau individual tetapi juga harus shaleh secara sosial dalam arti harus peka dan peduli terhadap sesamanya yang membutuhkan khususnya mereka yang fakir miskin.

Ibadah Shaum yang secara syariat diakhiri dengan kegiatan menunaikan zakat bagi yang mampu, baik zakat fithrah maupun zakat maal merupakan bentuk dari kesempurnaan ajaran Islam yang sangat menghargai kepedulian sosial secara universal. Secara syariat bentuk kepedulian sosial tersebut sebagaimana tercantum dalam surat At-Taubah ayat 60. “ Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu’allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana”

Betapa agung dan mulyanya hikmah dan pesan yang terkandung dalam ibadah Shaum. Pada bulan Ramadhan tersebutlah kepedulian Islam terhadap kaum dhuafa mendapatkan puncak perhatiannya dalam konteks ibadah formal zakat, infaq dan sedekah.

Hubungan Islam terhadap kepedulian sosial itu sangat erat, karena ajaran Islam pada dasarnya ditunjukan untuk kesejahteraan manusia, termasuk dalam bidang sosial Islam menjunjung tinggi tolong menolong, saling menasehati tentang hak dan kesabaran, kesetiakawaan, egaliter (kesamaan derajat), tentang rasa dan kebersamaan.

Melalui Ramadhan, seorang Muslim hendaknya gemar berzakat dan berinfak. Sebab, kehadiran bulan ini merupakan sarana efektif menguatkan solidaritas sosial. Ini harus bisa diwujudkan dalam aktivitas nyata secara bersama-sama.

Rasulullah menjadi jauh lebih dermawan pada bulan Ramadhan. Semangat ini pun penting menjadi motivasi untuk berbagi. Jika di luar Ramadhan Allah bisa membalas kebaikan dan sedekah 10 kali lipat hingga 700 kali lipat, bagaimana aktivitas itu dijalankan di Bulan Suci. “Perlipatannya pun menjadi luar biasa.”. Merugilah orang-orang yang menyia-nyiakan kesempatan berbagi di Ramadhan. Mari tunaikan zakat, perbanyak sedekah. “Insya Allah rezeki melimpah, dan karunia Allah pun bertambah”

Ibnu Abbas menyebutkan bahwa peningkatan frekuensi ibadah dan evaluasi selama Ramadhan, menjadi daya dorong kuat kepedulian Rasulullah SAW terhadap lingkungan sekitar. Shaum semakin mengasah kepekaan sosial Nabi Pamungkas itu. Ibadah sosial selama Ramadhan itu penting pula menginspirasi segenap Muslim. Ketua Umum Badan Amil Zakat Nasional (Baznas), Prof Didin Hafidhuddin mengatakan, Shaum Ramadhan mampu menajamkan semangat dan perasaan kebersamaan. Ini adalah salah satu hikmah utama Ramadhan. “Saling menghargai dan saling menya yangi antarsesama dan terutama kaum dhuafa,’’ katanya.

Menurut Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB) ini, rasa lapar dan haus yang dirasakan oleh orang yang Shaum, akan melahirkan kasih sayang dan cinta kepada orang-orang yang sehari-harinya lapar dan haus akibat ketiadaan makanan dan minuman. Inilah latar belakang perintah zakat fitrah di akhir Ramadhan. “Agar tidak ada orang kelaparan di Hari Raya,” katanya. Dengan demikian, sambung ulama kelahiran Bogor, Jawa Barat ini, puasa mengikis egoisme dan menggantikannya dengan solidaritas sosial. Ini menjadi energi positif di sepanjang tahun setelah Ramadhan. “Ramadhan hanya untuk menguatkan hal itu,” tegasnya.

Semoga dengan semakin lama kita shaum sampai pada 20 hari terakhir ini semakin menumbuhkan kepedulian sosial kita kepada sesama dengan membantu mereka yang masih kekurangan. Pada saat itulah Shaum kita telah mampu mendongkrak keshalehan sosial, tidak hanya keshalehan individual. Amin, Semoga.

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published.