Marhaban yaa Ramadhan

Ramadhan Tausyiah

Kalau kita diberitahu bahwa bulan depan rumah kita akan kedatangan seorang presiden atau seorang pembesar, sementara rumah kita kotor dan berantakan, apa yang kita lakukan? Apalagi tamu itu akan menginap di rumah kita selama satu bulan dan akan membawa oleh-oleh yang berlimpah untuk kita, sebanyak yang kita pinta. Jangankan presiden, kalau rumah kita akan kedatangan saudara kita yang datang dari jauh dan jarang ketemu, kita akan bergegas membersihkan rumah kita, membetulkan kerusakan genteng yang bocor di rumah kita, mempersiapkan keperluannya selama sebulan, dan kita akan menunggu-nunggu kedatangannya. Yang jelas, persiapan besar-besaran untuk menyambut tamu itu akan dilakukan jauh-jauh hari sebelumnya. Penulis tafsir Al Mishbah, ustadz Quraish Shihab, pernah sedikit mengulas mengapa untuk bulan Ramadhan ini disambut dengan kata Marhaban, bukan Ahlan wa sahlan, padahal arti keduanya kurang lebih sama yaitu selamat datang. Marhaban terambil dari kata rahb yang berarti “luas atau lapang”, sehingga marhaban menggambarkan bahwa tamu yang datang disambut dan diterima dengan dada yang lapang, penuh kegembiraan, serta dipersiapkan baginya ruangan yang luas untuk melakukan apa saja yang diinginkannya. Jadi, Ramadhan ini ibarat tamu agung yang selayaknya kita sambut dengan penuh kegembiraan, keikhlasan, dan persiapan. Kalau ada jiwa kita yang kotor, kita bersihkan dulu, kalau ada kebocoran dan kekurangan dalam ibadah kita, kita perbaiki untuk mempersiapkan beribadah di bulan Ramadhan nanti.

Ramadhan tentunya lebih dari sekedar tamu agung, sampai-sampai Rasulullah merindukannya dengan berdoa: “Allahumma baariklanaa fii rajaba wa sya’ban wa balighnaa ramadhan” (Ya Allah berkahilah kami di bulan Rajab dan Sya’ban dan sampaikanlah kami pada bulan Ramadhan). Saking besar kerinduannya pada bulan ini, tersirat dalam sabdanya: “Seandainya umatku mengetahui (semua) keistimewaan Ramadhan, niscaya mereka mengharap agar semua bulan menjadi Ramadhan.”

Rasulullah SAW pun tidak bisa menyembunyikan kegembiraannya dan menyampaikan kabar gembira ini dalam pidato penyambutan bulan suci Ramadhan ini:
“Dari Salman Al-Farisi ra. berkata: “Rasulullah SAW berkhutbah pada hari terakhir bulan Sya’ban: Wahai manusia telah datang kepada kalian bulan yang agung, bulan penuh berkah, di dalamnya ada malam yang lebih baik dari seribu bulan. Allah menjadikan puasanya wajib, dan qiyamul lailnya sunnah. Siapa yang mendekatkan diri dengan kebaikan, maka seperti mendekatkan diri dengan kewajiban di bulan yang lain. Siapa yang melaksanakan kewajiban, maka seperti melaksanakan 70 kewajiban di bulan lain. Ramadhan adalah bulan kesabaran, dan kesabaran balasannya adalah surga. Bulan solidaritas, dan bulan ditambahkan rizki orang beriman. Siapa yang memberi makan orang yang berpuasa, maka diampuni dosanya dan dibebaskan dari api neraka dan mendapatkan pahala seperti orang orang yang berpuasa tersebut tanpa dikurangi pahalanya sedikitpu. Kami berkata : Wahai Rasulullah, tidak semua kita dapat memberi makan orang yang berpuasa ?. Rasul SAW bersabda:” Allah memberi pahala kepada orang yang memberi buka puasa walaupun dengan satu biji kurma atau seteguk air atau susu. Ramadhan adalah bulan dimana awalnya rahmat, tengahnya maghfirah dan akhirnya pembebasan dari api neraka. Siapa yang meringankan orang yang dimilikinya, maka Allah mengampuninya dan dibebaskan dari api neraka. Perbanyaklah melakukan 4 hal; dua perkara membuat Allah ridha dan dua perkara Allah tidak butuh dengannya. 2 hal itu adalah; Syahadat Laa ilaha illallah dan beristighfar kepada-Nya. Adapun 2 hal yang Allah tidak butuh adalah engkau meminta surga dan berlindung dari api neraka. Siapa yang membuat kenyang orang berpuasa, Allah akan memberikan minum dari telagaku (Rasulullah SAW) satu kali minuman yang tidak akan pernah haus sampai masuk surga” (HR al-‘Uqaili, Ibnu Huzaimah, al-Baihaqi, al-Khatib dan al-Asbahani).

Lantas apa saja yang layak kita persiapkan untuk menyambut Ramadhan ini?
1. Persiapan ruhiyah
Suatu waktu sahabat Usamah bin Zaid bertanya kepada Rasulullah saw.: “Wahai Rasulullah, aku tidak pernah melihatmu memperbanyak berpuasa (selain Ramadhan) kecuali pada bulan Sya’ban? Rasulullah saw. menjawab: “Itu bulan dimana manusia banyak melupakannya, yaitu antara Rajab dan Ramadhan. Di bulan itu segala perbuatan dan amal baik diangkat ke Tuhan semesta alam, maka aku ingin ketika amalku diangkat, aku dalam keadaan puasa”. (HR. Abu Dawud dan Nasa’i).

Sayyidatina Aisyah r.a. berkata: “Aku belum pernah melihat Rasulullah SAW menyempurnakan shaum selama satu bulan penuh kecuali pada bulan Ramadhan, dan aku belum pernah melihat beliau memperbanyak shaum dalam satu bulan kecuali pada bulan Sya’ban.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Namun demikian, Rasulullah saw. melarang umatnya berpuasa jika hal tersebut dilakukan sehari atau dua hari sebelum bulan sya’ban berakhir. Sebagaimana sabdanya: “Janganlah kalian mendahului Ramadhan dengan puasa sehari atau dua hari sebelumnya kecuali orang yang terbiasa berpuasa maka puasalah.” (HR. Bukhari dan Muslim).

2. Persiapan fikriyah
Tidak ada ibadah yang diterima Allah tanpa didasarkan pada ilmu yang benar. Demikian juga dalam beribadah shaum Ramadhan. Jika lupa, sebaiknya membuka-buka kembali tuntunan ibadah-ibadah di bulan Ramadhan agar bisa melakukannya sesuai yang diajarkan oleh Rasulullah SAW. Tidak sedikit orang yang berpuasa tidak menghasilkan kecuali lapar dan dahaga, bahkan caranya menyimpang karena tidak dilandasi dengan ilmu yang benar.

3. Persiapan fisik dan materi
Seorang muslim tidak akan mampu optimal dalam berpuasa jika fisiknya lemah. Oleh karena itu ia dituntut untuk selalu menjaga kesehatan fisik dan lingkungan. Pada saat puasapun Rasulullah menganjurkan agar tetap memperhatikan kesehatan seperti terekam dari beberapa hadits di bawah ini :
– Mengakhirkan sahur dan mensegerakan berbuka puasa, sehingga tubuh tetap fit dan sehat sepanjang hari (HR. Ath-Thabrani).
– Selalu menjaga penampilan fisik, seperti diungkapkan Ibnu Mas’ud: Jika kalian berpuasa, maka hendaklah pada pagi harinya ia dalam keadaan berharum-haruman (meminyaki) serta menyisir rambutnya (HR. Bukhari).
– Memperhatikan kesehatan gigi dengan dibolehkan menyikatnya memakai siwak tanpa membatalkan puasanya (HR. Bukhari ).
– Berobat jika sakit, hingga boleh berbekam ketika puasa (HR. Bukhari).
Persiapan materi yang untuk bekal ibadah Ramadhan juga diperlukan, sehingga kita beribadah dengan lebih tenang dan dapat melakukan sadaqah lebih banyak di bulan suci. Bukankah Rasulullah SAW adalah orang yang paling dermawan dan lebih dermawan di bulan Ramadhan (HR. Bukhari).

Terakhir yang kalah penting ialah senantiasa berdoa, mudah-mudahan Allah SWT masih mempertemukan kita dengan Ramadhan tahun ini, menerima puasa dan amal shaleh lainnya, memberi keberkahan yang akan membawa Indonesia yang lebih baik, lebih aman, lebih adil dan lebih sejahtera. Kebetulan pemilihan presiden nanti juga insya Allah dilakukan di bulan Ramadhan, semoga salah satu keberkahannya ialah diberikannya pemimpin yang bisa mengayomi terlaksananya ibadah dan syariat Islam di bumi milik Allah ini.

Leave a Reply

Your email address will not be published.